19 August 2025

Di Antara Deru Algoritma: Nasib Blogger di Era IG dan TikTok

aLamathuR.com - Dunia digital kini bagaikan samudra yang tak bertepi, di mana gelombang-gelombang media sosial seperti TikTok dan Instagram menghempas setiap pesisir. Di tengah badai yang memekakkan telinga ini, para blogger—mereka yang dulu menjadi nakhoda bagi kapal-kapal konten di lautan internet—kini menghadapi nasib yang penuh ketidakpastian. Di saat perhatian generasi milenial dan Gen Z lebih mudah terpikat pada video berdurasi pendek dan gambar yang mencolok, apakah masih ada tempat bagi narasi panjang yang membutuhkan kedalaman?

Tentu, tantangan terbesar adalah perubahan pola konsumsi konten. Jika dulu orang rela meluangkan waktu untuk membaca sebuah artikel yang mendalam tentang ulasan film, kini mereka cukup menonton video reels 30 detik yang merangkumnya. Blog yang mengulas resep masakan harus bersaing dengan video tutorial TikTok yang serba cepat. Bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga tentang interaksi dan personalisasi. Media sosial menawarkan koneksi instan dan pengalaman yang lebih visual, membuat pembaca merasa lebih dekat dengan kreatornya. Ini berbeda dengan blog yang cenderung satu arah, di mana penulis membagikan pemikiran dan pembaca sesekali memberikan komentar.

Namun, bukan berarti era blog sudah berakhir. Justru, ini adalah masa bagi para blogger untuk beradaptasi dan menemukan kembali relevansi mereka. Blog bisa menjadi ruang di mana kedalaman dan keaslian bisa ditemukan. Di tengah banjir informasi yang dangkal, blog dapat menawarkan analisis yang mendalam, cerita yang menyentuh, dan opini yang terstruktur dengan baik—sesuatu yang sulit ditemukan dalam format media sosial yang serba ringkas. Blogger yang sukses saat ini adalah mereka yang mampu membangun komunitas setia, bukan sekadar audiens. Mereka menciptakan konten yang tidak hanya informatif, tetapi juga otentik dan memiliki nilai personal yang kuat.

Bagi mereka yang masih memegang pena digital, ini adalah saat untuk berkolaborasi dengan media sosial, bukan melawannya. Gunakan Instagram untuk membagikan cuplikan tulisan, atau TikTok untuk membuat visual dari poin-poin penting di blog. Media sosial bisa menjadi jembatan untuk mengarahkan audiens kembali ke rumah sejati—blog mereka. Dengan demikian, blog tetap menjadi pusat gravitasi yang menyimpan arsip pemikiran, ide, dan cerita yang abadi, terlepas dari seberapa cepat gelombang digital berganti. Nasib blogger tidak berakhir, melainkan bertransformasi menjadi kurator konten berkedalaman di tengah lautan informasi yang dangkal.



0 comments:

Post a Comment