aLamathuR.com - Pernahkah kamu berpikir, di balik senyum dan tawa yang kita lihat setiap hari, ada banyak orang di Indonesia yang berjuang keras hanya untuk bertahan hidup? Mereka adalah rakyat dengan golongan ekonomi lemah—istilah yang mungkin terdengar formal, tapi merujuk pada mereka yang hidup dengan penghasilan terbatas dan penuh keterbatasan. Bagi kita yang hidup dalam kenyamanan, mungkin sulit membayangkan bagaimana mereka menemukan makna hidup. Namun, dari perspektif psikologis, justru dalam keterbatasan inilah arti hidup bisa ditemukan dan diperjuangkan dengan cara yang luar biasa.
Fenomena ini sejalan dengan konsep psikologi positif yang menekankan pada kekuatan dan resiliensi manusia. Salah satu teorinya, yaitu Teori Logoterapi dari Viktor Frankl, menyebutkan bahwa manusia dapat menemukan makna hidup bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Frankl sendiri menemukan hal ini saat menjadi tahanan di kamp konsentrasi Nazi. Bagi rakyat dengan ekonomi lemah di Indonesia, makna hidup sering kali tidak dicari dalam pencapaian material, melainkan dalam hal-hal fundamental: menjaga keluarga, mengusahakan pendidikan untuk anak-anak, atau membangun solidaritas dengan sesama. Mereka berpegang pada harapan bahwa esok akan lebih baik, dan perjuangan mereka hari ini adalah jembatan menuju masa depan yang lebih cerah bagi keturunan mereka.
Penelitian psikologi terbaru di Indonesia turut menguatkan hal ini. Sebuah studi dari Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia yang diterbitkan pada awal tahun 2025 menunjukkan bahwa individu dari kelompok ekonomi marginal memiliki resiliensi yang luar biasa. Riset ini menyebutkan bahwa meskipun menghadapi tantangan berat, mereka mengembangkan strategi koping berbasis komunitas dan nilai-nilai spiritual yang kuat. Mereka tidak menyerah pada keadaan, melainkan menganggap kesulitan sebagai bagian dari proses untuk menjadi lebih tangguh. Pola pikir ini, yang dikenal sebagai post-traumatic growth, menunjukkan bahwa setelah mengalami trauma atau kesulitan, seseorang bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih berempati, dan lebih menghargai hidup.
Namun, bukan berarti hidup mereka tanpa beban. Beban psikologis seperti stres kronis, kecemasan, dan depresi tetap menjadi ancaman nyata. Keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan mental sering kali membuat mereka harus berjuang sendirian. Oleh karena itu, peran komunitas dan dukungan sosial menjadi sangat krusial. Dalam konteks ini, psikologi komunitas melihat bahwa solusi tidak hanya terletak pada individu, tetapi juga pada penguatan struktur sosial yang mendukung mereka. Ketika sebuah komunitas bergerak bersama, saling membantu dan menguatkan, beban berat akan terasa lebih ringan dan harapan untuk bangkit menjadi lebih nyata.
Pada akhirnya, kisah perjuangan rakyat dengan golongan ekonomi lemah di Indonesia adalah sebuah cerminan tentang makna hidup yang sesungguhnya. Itu adalah pengingat bahwa kebahagiaan tidak selalu bergantung pada harta benda, melainkan pada kemampuan untuk menemukan tujuan, menguatkan hubungan dengan orang lain, dan berjuang demi sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Kesadaran ini bukan hanya penting bagi mereka, tetapi juga bagi kita semua. Ini adalah pelajaran berharga tentang resiliensi, harapan, dan kemanusiaan yang bisa menginspirasi kita untuk lebih bersyukur dan peduli pada kondisi sekitar.
0 comments:
Post a Comment