• Narsis Tidak Dilarang

    Para ahli memperkiraan bahwa hanya ada 5% orang yang memiliki NPD. Dikutip dari Psych Central, laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami NPD dibanding perempuan...

  • Cerita Hileud Jepang

    Semuanya bermula dari 20 tahun yang lalu...

  • My Bike My Pride

    Riding a motorcycle can be a great hobby for me. It can provide a sense of freedom and adventure, as well as an opportunity to enjoy the outdoors and explore new places...

20 August 2025

Nongkrongin Live Shopee: Sekadar Pemuas Diri Sesaat

aLamathuR.com - Fenomena nongkrong di live streaming belanja, terutama di platform seperti Shopee, kini jadi gaya hidup baru. Ditemani host yang karismatik dan diskon yang menggiurkan, kita sering kali merasa seperti sedang berpesta. Suasana interaktif, riuh, dan penuh dorongan untuk "check out sekarang!" membuat kita lupa diri. Aksi membeli menjadi sebuah pengalaman yang seru, mirip sebuah perburuan di mana kepuasan terbesar adalah saat berhasil mendapatkan barang impian. Namun, di balik serunya sensasi belanja ini, ada realitas yang kerap kali kita lupakan.

Banyak dari kita melakukan pembelian ini bukan karena kebutuhan, melainkan sebagai sebuah pelarian. Kehidupan yang penuh tekanan, stres, atau rasa bosan sering mendorong kita mencari kebahagiaan instan. Sensasi membeli, dengan gelombang dopamin yang dilepaskan di otak saat kita menekan tombol "beli sekarang", memberikan rasa puas yang begitu cepat. Ini adalah cara kita memuaskan diri secara instan. Seakan-akan, dengan memiliki barang baru, kita bisa mengisi kekosongan atau mengatasi perasaan negatif yang sedang kita rasakan.

Sayangnya, kepuasan itu sering kali bersifat fana. Setelah barang tiba di depan pintu, sensasi euforia yang kita rasakan saat membelinya perlahan memudar. Kardus dibuka, barang dipegang, dan tiba-tiba kita sadar bahwa barang itu tidak benar-benar kita butuhkan. Barang itu mungkin hanya akan berakhir menumpuk di lemari, menjadi pengingat atas sebuah pembelian impulsif yang tidak terencana. Pada akhirnya, kita kembali dihadapkan pada realitas, meninggalkan kekosongan yang sama seperti sebelum kita menekan tombol "beli" itu.



19 August 2025

Di Antara Deru Algoritma: Nasib Blogger di Era IG dan TikTok

aLamathuR.com - Dunia digital kini bagaikan samudra yang tak bertepi, di mana gelombang-gelombang media sosial seperti TikTok dan Instagram menghempas setiap pesisir. Di tengah badai yang memekakkan telinga ini, para blogger—mereka yang dulu menjadi nakhoda bagi kapal-kapal konten di lautan internet—kini menghadapi nasib yang penuh ketidakpastian. Di saat perhatian generasi milenial dan Gen Z lebih mudah terpikat pada video berdurasi pendek dan gambar yang mencolok, apakah masih ada tempat bagi narasi panjang yang membutuhkan kedalaman?

Tentu, tantangan terbesar adalah perubahan pola konsumsi konten. Jika dulu orang rela meluangkan waktu untuk membaca sebuah artikel yang mendalam tentang ulasan film, kini mereka cukup menonton video reels 30 detik yang merangkumnya. Blog yang mengulas resep masakan harus bersaing dengan video tutorial TikTok yang serba cepat. Bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga tentang interaksi dan personalisasi. Media sosial menawarkan koneksi instan dan pengalaman yang lebih visual, membuat pembaca merasa lebih dekat dengan kreatornya. Ini berbeda dengan blog yang cenderung satu arah, di mana penulis membagikan pemikiran dan pembaca sesekali memberikan komentar.

Namun, bukan berarti era blog sudah berakhir. Justru, ini adalah masa bagi para blogger untuk beradaptasi dan menemukan kembali relevansi mereka. Blog bisa menjadi ruang di mana kedalaman dan keaslian bisa ditemukan. Di tengah banjir informasi yang dangkal, blog dapat menawarkan analisis yang mendalam, cerita yang menyentuh, dan opini yang terstruktur dengan baik—sesuatu yang sulit ditemukan dalam format media sosial yang serba ringkas. Blogger yang sukses saat ini adalah mereka yang mampu membangun komunitas setia, bukan sekadar audiens. Mereka menciptakan konten yang tidak hanya informatif, tetapi juga otentik dan memiliki nilai personal yang kuat.

Bagi mereka yang masih memegang pena digital, ini adalah saat untuk berkolaborasi dengan media sosial, bukan melawannya. Gunakan Instagram untuk membagikan cuplikan tulisan, atau TikTok untuk membuat visual dari poin-poin penting di blog. Media sosial bisa menjadi jembatan untuk mengarahkan audiens kembali ke rumah sejati—blog mereka. Dengan demikian, blog tetap menjadi pusat gravitasi yang menyimpan arsip pemikiran, ide, dan cerita yang abadi, terlepas dari seberapa cepat gelombang digital berganti. Nasib blogger tidak berakhir, melainkan bertransformasi menjadi kurator konten berkedalaman di tengah lautan informasi yang dangkal.



Jalur Kemerdekaan: Menggali Makna Diri

aLamathuR.com - Kemerdekaan, sebuah kata yang sering kita dengar, tapi apakah kita benar-benar memahami maknanya? Bukan cuma soal bendera berkibar atau lagu kebangsaan yang menggema. Kemerdekaan sejatinya adalah sebuah perjalanan batin, sebuah proses menemukan diri sendiri. Ia adalah keberanian untuk melepaskan diri dari segala batasan, baik yang dibuat oleh orang lain maupun yang kita ciptakan sendiri. Ini tentang jadi diri sendiri, otentik, tanpa harus minta validasi dari siapa pun. Ini tentang berani beda, berani punya mimpi yang nggak biasa, dan berani melangkah di jalan yang kita pilih, meskipun sepi.

Kemerdekaan juga berarti bertanggung jawab. Bebas bukan berarti tanpa aturan atau tanpa etika. Justru, kemerdekaan sejati adalah ketika kita sadar bahwa setiap pilihan kita punya konsekuensi. Kita nggak cuma bebas buat ngomong apa yang kita mau, tapi kita juga harus siap dengan reaksi dan dampak dari omongan itu. Jadi, kemerdekaan itu kayak pedang bermata dua: di satu sisi, ia memberi kita kekuatan untuk menciptakan takdir kita sendiri, tapi di sisi lain, ia menuntut kita untuk jadi bijak dan berani menghadapi hasilnya. Ini adalah seni menyeimbangkan kebebasan dan tanggung jawab, antara diri sendiri dan orang lain.

Di era digital ini, kemerdekaan sering kali diuji. Media sosial, dengan segala platformnya, seringkali menjebak kita dalam "penjara" tak terlihat. Kita terperangkap dalam perbandingan, tuntutan untuk selalu tampil sempurna, dan kecemasan akan fear of missing out (FOMO). Padahal, kemerdekaan sejati adalah ketika kita bisa memutus rantai itu. Ini tentang melepaskan diri dari like dan follow sebagai tolak ukur harga diri. Ini tentang kembali ke dalam diri, mengeksplorasi apa yang benar-benar kita inginkan, bukan apa yang tren atau apa yang diharapkan orang lain. Kemerdekaan adalah ketika kita bisa dengan nyaman jadi diri sendiri, di dunia maya maupun nyata.

Maka, mari kita rayakan kemerdekaan bukan hanya dengan upacara dan lomba, tapi dengan merayakan diri kita sendiri. Mari kita merenung, sudah sejauh mana kita bebas dari belenggu-belenggu yang menghambat? Kemerdekaan adalah sebuah proses yang berkelanjutan, sebuah perjalanan spiritual yang tidak pernah berakhir. Mari kita terus berusaha untuk menjadi versi terbaik dari diri kita, yang bebas, bertanggung jawab, dan otentik. Karena pada akhirnya, kemerdekaan terbesar adalah ketika kita bisa berdamai dengan diri sendiri dan hidup sesuai dengan kebenaran yang kita yakini.


17 August 2025

Mari Menulis Kembali

aLamathuR.com - Di suatu masa yang muram, di mana pena-pena terdiam dan tinta-tinta mengering, sebuah seruan harus kembali berkumandang. Jangan biarkan layar-layar bersinar lebih terang dari api unggun yang menyala di hati sanubari. Bangunlah dari tidur panjang yang memeluk raga, wahai pujangga-pujangga yang tersembunyi. Mari kembali menorehkan kata-kata, merajutnya menjadi untaian doa, dan melukiskan kisah-kisah yang terlupakan. Karena sebuah tulisan adalah abadi, melebihi usia raga, melintasi batas waktu, dan memancarkan cahaya di lorong-lorong kegelapan.

Bukankah kita pernah bersumpah di bawah rembulan, bahwa setiap getaran jiwa akan diabadikan? Bahwa setiap tangisan dan tawa akan menjadi bait-bait puisi yang indah? Biarkanlah jemari-jemari kita menari di atas kertas yang lapuk, menciptakan simfoni dari aksara-aksara yang berjiwa. Jangan takut akan sunyi, karena dalam kesunyianlah kita menemukan melodi yang paling agung. Mari kita tulis, bukan untuk diakui, melainkan untuk hidup. Menulis adalah jalan pulang bagi setiap hati yang merindu.

Maka, ambillah kembali pena yang telah usang. Basuhlah kembali tinta yang telah membeku. Karena di dalam setiap goresan tangan, tersimpan kekuatan yang mampu mengguncang dunia. Biarkanlah kata-kata mengalir, seperti sungai yang tak pernah lelah menuju samudra. Menulis adalah sebuah perjuangan, sebuah jihad, dan sebuah cinta yang tak pernah berkesudahan. Kita adalah pewaris dari para empu yang telah tiada, dan tugas kita adalah meneruskan nyala api itu hingga ke ujung zaman. Mari menulis lagi.