08 August 2010

Mengintip Diskusi Seputar Nasib Buruh Pabrik Rokok

aLamathuR.com - Setelah beberapa waktu sempat vakum dari kampanye menghentikan kebiasaan merokok melalui sebuah grup yang sempat saya rintis di facebook, rasanya kangen juga untuk mengaktifkan kembali forum diskusi yang ada di grup tersebut. Dalam arsip forum diskusi tersebut yang kami angkat tidak tebatas kepada topik bagaimana menghentikan kebiasaan merokok, tapi lebih ke sharing tentang segala hal yang berhubungan dengan rokok, plus-minus rokok, sekaligus mencarikan solusi terbaik untuk setiap permasalahan yang ditimbulkannya.

Kemudian saya pun masuk ke salah satu topik diskusi berlabel nasib buruh pabrik rokok. Saya masih ingat kalau thread ini saya buat sudah beberapa bulan lalu, tapi hanya sekali-kali saya balik untuk memeriksa isi diskusinya. Thread tersebut saya buka dengan kalimat:
Apakah anda punya solusi atau usulan yang logis mengenai dilema bahaya rokok VS nasib para buruh pabrik rokok (jika pabrik rokok bangkrut semua)?

Menyusur dari satu respon ke respon yang lainnya yang ditulis oleh beberapa member yang turut berdiskusi, mata saya terhenti pada tulisan seorang kawan bernama August Fahd Khadhi. Beliau membalas topik ini dengan ide sederhana, ujarnya: 
Expor saja rokok-rokok kita ke luar negeri biar mereka yang menjadi konsumennya. sementara buruh pabrik rokok kan bisa tetap bekerja.

Memang sepertinya tak ada yang istimewa dari ide ini. Bukannya saat ini negara kita juga sudah mengekspor rokok ke luar negeri dalam jumlah yang cukup banyak? apalagi untuk pasar rokok kretek, ekspor rokok Indonesia tidak bisa dianggap kecil. Hanya saja, jika permintaan pasar dari dalam negeri tetap tinggi, mana mungkin pengusaha rokok kita akan melewatkan pangsa pasar lokal yang cukup menggiurkan seperti saat ini? Jawabannya: MUSTAHIL!

Lanjut ke respon berikutnya dari kawan Oji Hanafi. Sepertinya member yang satu ini memilki kepedulian yang cukup tinggi dengan permasalahan yang diangkat kali ini. Lihatlah responnya yang saya kutip dari forum:

Memang masalah ini juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi Indonesia dalam membersihkan negaranya dari Rokok. Di satu sisi Jika pemerintah menutup pabrik rokok, maka para karyawan dan produsen akan bangkrut, selain itu rokok juga merupakan salah satu sumber pemasukan negara yang cukup besar ,pabrik Rokok juga mulai mengembangkan jangkauannya, dengan menjadi sponsor olahraga (misalnya Djarum ISL), sekolah bulu tangkis dsb... Namun di sisi lain, kita juga tidak mau negara kita dipenuhi orang-orang yang merokok, yang berarti dapat mengurangi usia hidup seseorang, dan sebenarnya menambah beban para perokok sendiri.


Menurut saya, mungkin yang dapat kita lakukan saat ini jangan langsung menutup pabrik rokok begitu saja. lebih baik, pemerintah memanfaatkan pajak- pajak (termasuk dari pabrik rokok itu sendiri) dan sumber pemasukan lainnya untuk membuat suatu usaha/ bisnis yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan menghasilkan uang banyak. Dengan begini, (saya berharap) para buruh2 rokok tertarik untuk masuk kedalam usaha ini. Pemerintah juga harus giat mensosialisasikan pentingnya Wirausaha bagi masyarakat, dan memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin memulainya. jadi, pemerintah dapat mengalihkan kerjaan para buruh rokok, ke pekerjaan lain yang bermanfaat, namun penghasilannya sama (kalau bisa lebih besar).

Namun, sekali lagi, ucapan memang lebih mudah dari perbuatan. masih ada beberapa masalah dalam pelaksanaan program ini...


  1. Apakah bisa pemanfaatan pajaknya dikelola dengan baik? sekarang sedang marak kasus Markus di perpajakan (walaupun saya yakin, gak semua orang pajak kaya gitu). tapi paling tidak, hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat akan pengelolaan pajak.
  2. Usaha apa yang dapat menyerap tenaga kerja banyak dan berpenghasilan banyak juga? apakah dibidang pertanian (cocok tanam, ternak, perikanan)? atau pekerjaan lain?
  3. Maukah para pekerja buruh rokok pindah dari pekerjaannya yang lama? takutnya, para buruh tidak percaya dengan keuntungan yang dihasilkan, takut lebih rendah dari penghasilan mereka di pabrik rokok.
  4. Mau dikemanakan para produsennya? okelah kalo misalnya para buruh berpindah pekerjaan, namun apa produsennya mau untuk mencari usaha baru? karena usaha yang mereka rintis sejak dulu, tidaklah mudah. seperti pabrik2 besar kaya Djarum, Sampoerna dsb, maukah mereka menutup pabriknya? bisa saja mereka menaikkan upah buruh, agar tidak pindah pekerjaan
  5. Apakah usaha baru yang dijanjikan pemerintah akan benar2 efektif? bagaimana jika usaha tersebut ternyata gagal, atau hasilnya kurang maksimal? bisa saja para buruh akan kembali lagi menjadi buruh rokok.

Analisa yang bagus kawan Oji, salut!. Kita tunggu respon pembaca yang memiliki kepedulian sama dengan Anda tentang hal ini.

Susur forum berlanjut dengan respon kawan Eka Ariyono dan Pyn Piter. Saran yang cukup menggelitik sekaligus menyindir tampaknya. Idenya kira-kira seperti ini: "Export aja rokok ke luar negeri, harga rokok di dalam negeri dinaikin aja Rp25.000,- keatas per bungkusnya supaya (maaf) bukan rakyat miskin yg konsumsi (orang miskin dilarang sakit)". Pesan yang disampaikannya sebenarnya bukan semata persoalan harga 25.000 nya, tetapi bagaimana agar orang berpikir dua-tiga kali sebelum membeli sebungkus rokok. Jika harga yang dipatoknya cukup tinggi setidaknya akan meminimalisir konsumsi yang berlebihan terhadap rokok.

Anda tertarik berdiskusi seputar masalah rokok? silahkan bergabung dengan kami di grup Facebook/GNAR

16 comments:

  1. salam sahabat
    wah salut saya dengan postingan yang dapat memotivasi diri.good luck ya

    ReplyDelete
  2. maaf saya ikut berkomentar...
    mungkin untuk menarik ketertarikan seseorang yang sudah menjadi karyawan di salah satu pabrik rokok cukup sulit mas...karena saya mendapat pengakuan teman saya yang menjadi operator di salah satu pabrik rokok ternama mengatakn gajinya sangat lumayan dan jauh diatas buruh pabrik lain yang rata-rata paling sedikit diatas UMR...padahal dia baru bekerja baru 3 bulan ini...apalagi tempat kost yang sangat murah di lingkungan sekitar pabrik, harga makanan yang murah, dan banyak kebijakan yang menguntungkan karyawan...banyak pula para pekerja yang sudah bekerja di pabrik atau tempat lain mencoba masuk ke sana...
    menurut saya seperti itu mas...mohon dikoreksi kalau ada kesalahan...

    ReplyDelete
  3. + Dhana: ini bukan tulisan motivasi bu.. ini hanya memberikan gambaran/review isi forum aja.. sekalian iklan gitu..
    + Ayub Adiputra: terima kasih atas infonya. sama sekali tak ada yg salah.. justru itu kita mengundang bapak/ibu/om/tante/kawan sekalian untuk bergabung di grup ini dan berdiskusi untuk mencarikan solusi terbaik bagi semua... itulah tujuan utamanya..

    ReplyDelete
  4. iya,,, rokok juga salah satu devisa negara dari cukainya....... walau pun merokok merusak kesehatan tapi itu kembali kesadarn masing2,..., untuk pa dan apa bagusnya,,,, jadi menurut ane sih kalo ditutup..dampaknya juga akan besar,..
    itu karyawan bakal mau kerja dimana ?? dan juga devisa negara mau dapet dari mana,,toh cukai rokok termasuk devisa terbesar,,, utang juag banyak,,hihihi,,,, pemerintah juga harus menanggapi hal ini ^^... :)

    ReplyDelete
  5. + Elvindinata: bukannya sudah waktunya pemerintah mulai berpikir untuk mengalihkan sumber devisa utama ke sumber2 lainnya yang jauh lebih menjanjikan (jika digarap dengan tepat)???
    Sumber2 kekayaan alam? emas papua dan minyak cepu misalnya... Ini hanya masalah keberanian pemerintah saja untuk membuat kebijakan yang pro-rakyat.. bukan hanya pro-pengusaha..

    ReplyDelete
  6. Sore ini baru aja nonton berita di tvOne, puluhan masyarakat berdemonstrasi mengeluhkan adanya pencemaran dari salah satu pabrik rokok di Jawa Timur. Menurut pendemo, pencemaran yang ditimbulkannya sudah tergolong serius. Kita tunggu saja bagaimana tanggapan pabrik rokok yg dimaksud.

    ReplyDelete
  7. + KerjaLowong: sedikit keluar dari topik bahasan, tp tak apalah.. makasih untuk update infonya kawan..

    ReplyDelete
  8. memang hal yg rumit jg klo dipikir" dan benar jg, satu sisi kita ingin bebas dari rokok dalam rangka menyehatkan, tapi sisi lain ya itu tadi, pemasukan ke negara besaaar sekali, blm lg yg disupportnya slama ini. Saya dukung saja apabila ada usul harus diekspor kluar ato harganya dinaikan, soalnya slama ini saya blm pernah dan bukan perokok :D

    ReplyDelete
  9. + oempak: klo gt sudah siap bergabung dengan komunitas kami??

    ReplyDelete
  10. wah saya ga setuju rokok dianggap menguntungkan negara. mari kita lihat sisi yang lain. pajak rokok mendatangkan keuntungan 2.5T, sementara kerugian yg diderita karena pemberian bantuan kesehatan akibat dampak rokok sebesar 10T (silakan googling). Jadi di mana sisi untungnya?

    Saya kok bingung ya, "risiko sakit dan kematian" apa masih bisa ditawar2 dengan isu2 pendapatan rakyat/pemerintah?

    salam :)

    ReplyDelete
  11. + Mamisinga: analisa yang sederhana namun sangat cerdass, telak! saya ikut Anda! tapi bagaimanapun saya yakin kaum perokok aktif akan memiliki 1001 alasan sebagai pembelaan.. bukan begitu??

    ReplyDelete
  12. masalahnya bukan dari pabrinya tapi dari penggunanya...saya punya teman yang bekerja di perusahaan rokok ternama di indonesia,dia mengatakan kalau sekarang cara produksi rokok di perusahaanya sudah aman dan mencoba meminimimalisir angka pencemaran,jadi menurut saya kembali lagi kepada penggunanya sekarang mau merokok???? atau tidak sama sekali

    ReplyDelete
  13. Jika harga rokok dinaikkan tanpa ª∂a̲̅ keuntungan bagi pemerintah, maka terbitlah rokok-rokok murah yang tak pernah didaftarkan, dalam hal ini cukai.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah ditempat saya banyak tuh mas, rokok2 murah produksi rumahan. Harga goceng bisa dapet sebungkus isi 20 batang.. hahaa.

      Delete
  14. Saya juga punya saran, coba settingan grup jangan ditutup, atau lebih enak tanpa persetujuan. Dan ini juga, saya saran ke www.mindtalk.com untuk membuat akun tentang hal ini. Saya yakin banyak yang memberikan masukan yang bagus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas masukannya. Grupnya nanti saya coba hidupkan kembali. Salam

      Delete